Friday, March 20, 2009

Egois....

Sering saya merasa senang mengkritik orang lain, tapi bila orang lain tersebut balas mengkritik maka saya akan menjadi marah, aneh memang fenomena egois ini inginnya berbuat, berucap se-enak sendiri ke orang lain tetapi ingin orang lain tetap berprilaku yang baik-baik saja ke kita.

Padahal apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai, mungkin saat ini di kala kita punya kekuatan, kekuasaan dan posisi kita bisa saja berbuat semau kita dan mungkin orang yang teraniaya dengan kelakuan kita akan diam saja dikarenakan tidak berada pada posisi atau tidak memiliki kekuatan untuk melawan, atau bisa saja orang itu sebenarnya mampu untuk membalas hanya dia tidak melakukan hal tersebut karena lebih memilih jalan kebaikan tapi percaya lah apapun alasannya suatu saat nanti perbuatan kita itu pasti ada balasannya.

Ternyata saya harus lebih menerapkan philosofi tanam-tuai ini, semoga kedepan saya bisa lebih mengontrol rasa ego ini. Amiin.

Prospek Usaha

Barusan baca komentar om Bob (Bob Sadino) tentang prospek usaha, dia bilang "buat tahu prospek suatu usaha itu bukan difikir tapi dilakukan". Ada benarnya apa yang dikatakan om Bob apalagi beliau adalah seorang praktisi bisnis bukan seorang akademisi, beliau tidak pernah mengenyam bangku kuliah tetapi dalam hal bisnis banyak ahli yang meminta pendapat beliau.

Jadi apabila mau melakukan suatu usaha yang terpenting adalah pertama memulainya, kedua adalah berusaha konsisten untuk terus melakukan usaha tersebut, ketiganya terus berfikir positif karena dengan berfikir positif maka kita akan melakukan hal-hal yang positif dan yang ke-empat adalah berdoa dan pasrah.

Berikut saya coba ulas satu per satu,
1. Memulai usaha, sebelum memulai tentu kita harus perhitungkan jenis usaha apa yang akan dipilih, silahkan kalkulasi mulai dari kemungkinan modal, pengelolaan dan pemasaran, juga niatkan usaha yang akan kita mulai tersebut mempunyai niatan yang baik bahkan mulia. Jangan terlalu takut akan persaingan, takut tidak laku, takut tidak berhasil, singkirkan segala pemikiran negatif yang hanya membuat kita mundur dalam memulai suatu usaha.

2. konsisten, biasanya memulai lebih mudah daripada menjaganya. setelah memulai suatu usaha maka mulai memikirkan langkah-langkah apa saja yang kira-kira berguna untuk menjaga usaha kita tetap exist, gali potensi yang ada, kemungkinan pengembangan usaha, kemungkinan kerja sama, cari informasi, atau mengunjungi kompetitor kita untuk sekedar memantau dan belajar.

3. berfikir positif, apapun kegiatannya setiap orang pasti akan pernah merasakan jenuh, takut dan bosan yang kesemuanya berujung kepada rasa depresi yang memunculkan rasa malas untuk terus berusaha. Disinilah fungsi dari niatan yang baik dan mulia di awal tadi, hanya dengan niatan yang positif dapat menjaga pemikiran yang positif. Jadi kalo kita sudah merasa depresi maka kembalikan saja ke niat awal tadi, misal bahwa kita melakukan usaha ini karena kewajiban kita untuk selalu berusaha, atau niat kita untuk membantu sesama, sodara atau keluarga, atau apapun kembangkan pemikiran positif agar kita tetap bersemangat.
Atau kadang usaha kita seperti terpuruk, maka katakan pada diri, bahwa setiap orang besar siapapun itu harus melalui masa sulit dan mampu melewatinya, jadi kalo kita mau menjadi orang berhasil juga maka harus tahan dan harus mampu melewati masa sulit tersebut.

4. Berdoa, sehebat apapun usaha kita di atas sana ada yang lebih ber-Hak untuk menentukan hasilnya, dengan berdoa membuat kita tidak putus harapan dan sekaligus tidak membuat kita lupa diri.

Semoga bermanfaat bagi saya dan bagi yang membacanya.

Friday, February 22, 2008

Pilih yang mana?

Akhir-akhir ini saya sedang dihadapkan pada dua pilihan yang hampir berimbang resikonya baik dari sisi positif (untung) dan negatif (rugi), benar-benar berimbang sehingga sangat sulit menentukan pilihan mana yang harus diambil. Berbagai cara sudah dilakukan, dari mulai kalkulasi untung-rugi, diskusi panjang lebar (saking panjang dan lebarnya diskusi jadi tersesat menuju jalan kesimpulan), minta petunjuk, dan lain sebagainya. Tapi, tetap saja hati ini sepertinya belum terasa mantap untuk menentukan pilihan.

Ibarat juri dalam sebuah kompetisi dimana pesertanya memilki kekuatan dan kemampuan yang seimbang, sehingga untuk menentukan pemenangnya membutuhkan proses dan waktu yang cukup melelahkan, bahkan bisa jadi walaupun sudah diputuskan pemenangnya bisa berbuah kecaman di kemudian hari.

Waah...harus bagaimana ini? terbersit dalam fikiran sungguh tepat kata-kata dalam doa yang terdapat dalam salah satu ayat di surat Al-Fatihah, yaitu ; "Tunjukilah kami ke jalan yang lurus", karena dengan jalan yang lurus kita bisa ngebut sengebut-ngebutnya, tidak perlu membuang waktu dan tenaga dengan pecuma karena adanya persimpangan yang membingungkan.

Tapi apa mau dikata, yang ada dihadapan saya adalah persimpangan yang harus saya pilih, akhirnya saya coba untuk melupakan semua kalkulasi untung-rugi, saya coba untuk kembali kepada niat semula, saya coba jujur pada diri sendiri dengan sejujur-jujurnya niatan mana yang lebih murni yang lebih sedikit muatan "dunia" nya, setelah itu dengan berucap "bismilllah" saya tentukan pilihan saya.

kenapa? karena walaupun dalam perjalanannya kita dihadapkan pada masa yang sulit, saya bisa menghibur diri saya : "mudah-mudahan ini jadi pahala, mudah2an ini jadi amal baik dan lain sebagainya, yang penting niat kita kan gak jelek!", tapi kalo niat awal kita sudah salah, terus ada masa sulit, bagaimana kita akan menghibur diri kita kalo dari awal niatnya saja sudah salah? paling kita cuman bisa bilang : " yaah ini lah balasannya kalo niatnya gak lurus!".

Monday, November 12, 2007

Encouraging...

Maaf bahasa inggris saya masih basic sekali saya belum bisa menemukan padanan kata (dalam bahasa indonesia) yang pas untuk kata tersebut diatas. Saya ingin berbagi betapa besarnya manfaat apabila kita meng-courage seseorang. sebagai contoh saya pernah bekerja di beberapa company dengan berbagai karakter atasan. Ternyata dengan memiliki atasan yang selalu meng-courage kita, performa saya jadi lebih baik bahkan menjadi diatas rata-rata sedangkan memiliki boss yang tidak support membuat performa saya menjadi tidak berkembang bahkan menjadi jongkok.

Kenapa hal ini bisa terjadi, dikarenakan setiap orang memiliki keinginan untuk diakui keberadaannya sehingga pada saat kita meng-courage seseorang, orang tersebut merasakan bahwa eksistensi dia diakui dan itu akan menghasilkan suatu kekuatan besar untuk terus berkarya dengan lebih baik, apabila orang sudah dalam posisi seperti ini maka prioritas dia adalah pembuktian yang lebih besar tentang eksistensinya. Tentu saja apresiasi tetap dibutuhkan.

Hal ini lah yang saya ingin coba terapkan terhadap anak-anak saya, mencoba meng-courage mereka dalam hal apapun, apapun ide mereka walau terdengar konyol jangan tertawakan mereka, karena yang mereka butuh adalah support dari kita, semakin kita support mereka semakin tumbuh kepercayaan diri mereka, semakin mereka yakin dengan apa yang mereka perbuat maka dalam melakukan sesuatu pun mereka akan all out tidak setengah-setengah. Tapi ingat terhadap hal-hal yang membahayakan diri mereka dan orang lain tentunya kita jangan meng-courage mereka.

Sebaliknya discouraging membuat orang menjadi lemah, jadi ragu, jadi serba takut makanya kalo menurut hemat saya tinggalkan saja lingkungan yang tidak meng-courage kita. Bukan tanpa sebab saya mengatakan tersebut, agama islam menyuruh kita untuk meninggalkan keragu-raguan maka dengan begitu apabila kita meninggalkan hal-hal yang membuat kita menjadi ragu mudah-mudahan dinilai sebagai salah satu pelaksanaan ajaran islam. Amiin.

susah ngomong tulis di blog aja....

Banyak sekali kegunaan memiliki blog diantaranya bisa sebagai sarana melatih keterampilan menulis, berbagi informasi, berbagi ilmu, mempererat tali silaturahmi ataupun sebagai alternatif kita berkomunikasi.

point terakhir inilah yang sering saya lakukan, karena terkadang bahkan sering kali komunikasi verbal tidak berujung pada pemecahan yang bisa langsung diterima mengingat waktu yang tidak mencukupi. Jadi, setelah komunikasi verbal dilakukan biasanya saya menulis lebih lanjut tentang latar belakang dan maksud-maksudnya agar pihak lain dapat melihat hal tersebut dari sudut pandang saya.

Tidak hanya penjelasan bahkan pengakuan pun bisa dilakukan lewat blog, tidak semua orang bisa berhati besar, buat sebagian orang mungkin masih dalam tahap belajar untuk bisa berhati besar, nah melalui tulisan di blog kita bisa mengakui kelebihan dan kebenaran pandangan orang lain.

Tidak semua orang memiliki kepiawaian dalam komunikasi verbal, setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri, tidak ada salahnya kita gunakan media yang ada untuk menambal (bukan menutupi) kekurangan yang ada.

Saya dan istri (sampai saat ini) masih sering menghadapi kesulitan dalam hal komunikasi verbal, jadi saya sering menulis yang menyangkut apa keinginan suami, apa kesulitan yang dihadapi suami, apa yang dirasakan suami dan sebagainya, tidak ada maksud memerintah agar istri menuruti tetapi lebih kepada agar istri bisa melihat dari sudut pandang suami. Begitu pun sebaliknya saya sering membaca tulisan-tulisan di blog istri demi untuk mencoba melihat dari sudut pandang istri. Bukankah empathy dibutuhkan dalam keharmonisan suatu hubungan??

Friday, August 17, 2007

Istri atau pembantu??

Tulisan ini hanya diperuntukkan bagi keluarga yang tidak memiliki "pembantu". Suatu waktu istri saya pernah cerita atau lebih tepatnya sih complain tentang sikap para suami yang menganggap istrinya itu seperti "pembantu". Saya gunakan para suami karena hal ini juga diamini oleh teman-teman istri saya. Kemudian saya pun memberanikan diri mewakili para suami bahwa itu hanya perasaan para istri saja yang terlalu sensitif, bukankah sebaiknya melayani dan menuruti perintah suami itu merupakan bentuk bakti seorang istri terhadap suami???. Hallaaah......lagi-lagi kalo mencari siapa yang benar tentunya gak akan ada habis-habisnya, sebaiknya kita coba kupas dan mencari apa yang benar instead of siapa yang benar.

Baik kita mulai saja dengan kenapa para istri sampai merasa seperti pembantu, untuk lebih mudahnya saya ilustrasikan image atau mindset tentang "pembantu", kenapa menggunakan tanda kutip karena pertama, saya tidak punya pembantu jadi tidak tahu secara pasti peran dan peranan pembantu dalam suatu rumah tangga. kedua, keberadaan pembantu saat ini jadi bias, dari yang seharusnya hanya membantu tetapi dalam kenyataannya malah menjadi peran utama dan sekaligus objek penderita.

Image hubungan antara "majikan dan pembantu" berdasarkan tayangan tv dan yang umum terjadi di lingkungan masyarakat (maaf tidak sepenuhnya benar, hanya gambaran pribadi saja) :

  1. Pembantu itu bertanggung jawab dalam hampir semua hal pekerjaan rumah majikan dari mulai sapu-sapu, ngepel lantai, cuci pakaian, jemur pakaian, setrika pakaian, belanja, masak dan ngurus anak.
  2. Pembantu harus siap 24 jam, kapan saja majikan memerlukan walaupun jam tidur bisa dengan serta merta dibangunkan.
  3. Pembantu itu harus nurut, tidak boleh protes apalagi membantah, walaupun majikan keliru biasanya majikan harus didudukan pada posisi yang benar.
  4. Pembantu tidak diperkenankan berbuat kesalahan atau merusak barang kalo hal itu sampai terjadi maka majikan bisa memotong gajinya bahkan tidak jarang ada yang sampai menyakiti.
  5. Majikan tidak merasa perlu lagi melakukan pekerjaan rumah karena sudah ada pembantu.
  6. Majikan merasa mempunyai hak untuk melakukan 5 point di atas karena majikan yang menyediakan fasilitas (tempat berteduh) dan gaji bagi pembantu.

Nah itulah kira-kira sekilas gambaran hubungan antara majikan dan pembantu, sekarang mari kita coba renungi bersama-sama apakah hubungan suami-istri dalam rumah tangga kita ada yang seperti di atas?? Kalo ada saja satu point apalagi kalo lebih yaah.....berarti yang ada sekarang adalah hubungan "majikan dan pembantu" dan tidak salah kalo istri kita merasa diri mereka seperti pembantu, itu bukan perasaan tapi memang kenyataan.

Trus bagaimana kalo sebaliknya? suami yang sudah seharian bekerja setelah pulang ke rumah disibukkan dengan pekerjaan rumah karena sang istri berdalih kecapean setelah mengurus anak dan tektek bengek lainnya dari pagi hari sampai petang. Kalo seperti ini kejadianya, tidak salah juga kalo suami merasa sebagai kuli atau budak.

Lagi-lagi sangat sulit untuk membina dan menjalankan suatu hubungan bila sifat ke-akuan nya masih dominan, karena dengan sifat ke-akuan nya tersebut sang istri atau suami masing-masing merasa diri lebih berperan penting sehingga memandang dengan sebelah mata sebesar apapun usaha yang dilakukan pasangannya.

Hubungan suami-istri yang sebenarnya menurut saya harus lebih kepada "team-work", dimana dalam hubungan tersebut ada rasa saling menghargai, saling percaya, saling menghormati dan saling berbagi. Tiap-tiap anggota team harus tahu dan responsible terhadap tugas dan pekerjaan yang diembannya tentu saja disesuaikan dengan kemampuan dan skill yang dimiliki, tetapi harus tetap diingat pembagian porsi kerjanya pun diupayakan seimbang.

Pernikahan adalah sebuah komitmen panjang, kenapa? karena sejalan dengan waktu, pasangan tersebut harus terus meng-update terus komitmennya tersebut baik yang bersifat aktif maupun yang pasif. Berawal dari kita commit untuk menerima segala kekurangan dan kelebihan yang ada dalam diri masing2 individu yang diikrarkan lewat pernikahan. Tetapi commit menerima atau komitmen yang sifatnya pasif ini tidaklah cukup untuk menjalankan roda rumah tangga, karena ada lagi komitmen lain yang sifatnya aktif yang dibutuhkan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga yaitu komitmen untuk saling menyelaraskan/menyesuaikan diri. Kita semua tahu kalo dua individu yang berbeda latar belakangnya hanya dapat dipersatukan apabila ada keinginan saling menyesuaikan dari masing2 individu tersebut, kalo tidak ada usaha dari kedua individu tersebut atau hanya salah satu saja yang berusaha, maka tak ayal lagi perpisahan hanya tinggal masalah waktu saja.

Kenapa orang bisa sampai berpisah, karena sudah tidak ada komitmen lagi. Kenapa ada pasangan yang berpisah padahal pernikahannya baru seumur jagung, karena ada yang salah pada komitmennya atau mungkin karena tidak punya komitmen. Kenapa ada orang yang berpisah setelah 10 atau 15 tahun, mungkin karena pasangan tersebut tidak meng-update komitmennya hanya bersandar kepada komitmen pasif semata yaitu sikap menerima dan berusaha untuk memaklumi yang mana hal ini seperti menyimpan bom waktu yang suatu saat apabila tidak terkontrol bisa meledak dan bisa merusak segalanya, (mungkin) apabila mereka mau saling berusaha untuk menyesuaikan dan bersikap terbuka dengan keinginannya masing-masing, maka perpisahan tak perlu terjadi.

Kalo pasangan berpisah setelah 40 - 50 th menikah??...waah itu sih walloohu 'alam, karena saya sendiri bukan seorang penasehat perkawinan, saya pun masih belajar dan tulisan di atas hanya berdasarkan pengamatan saja tidak melalui studi dan survey. Demikian, semoga bermanfaat.

Kenapa harus takut??

Sebelumnya saya mengucapkan Selamat HUT-RI ke 62 buat rekan-rekan sebangsa dan setanah air. Semoga Negara tercinta kita ini semakin lebih baik dan lebih baik lagi, yang sudah terjadi biarkanlah terjadi, tidak ada untungnya mengorek dan menguak kekurangan masa lalu, cukup jadikan pelajaran agar tak terulang, benahi serta perbaiki untuk menyongsong masa depan indonesia yang lebih baik. cwiiiiiw........:D

Setiap kali saya mulai menulis buat di blog, sebanyak itu pula saya hapus kembali atau paling banter hanya dijadikan draft saja tanpa pernah di publish, alasannya karena saya merasa tulisannya kurang bermutu. padahal saya bukan seorang penulis, jadi kenapa saya harus takut dan ambil pusing dengan komentar orang lain? yaah.... begitulah contoh sikap orang yang berbuat sesuatu dengan harapan pujian atau pandangan dari orang lain.

Jadi memang betul apa yang diriwayatkan oleh Luqman R.A, bahwasanya pandangan orang lain itu "relatif" bergantung pada pengetahuan yang dimiliki, dan itu seringkali membuat orang-orang seperti saya ini jadi macet dalam berkarya, enggan untuk melakukan sesuatu dan seringkali takut untuk mencoba. Padahal selagi kita tidak mencelakakan orang lain kenapa harus takut untuk berbagi, perkara orang lain tidak menerima bahkan menolak dari apa yang kita berikan itu sama sekali bukan urusan kita.

Hindari berburuk sangka dan pikiran negatif lainnya (seperti takut salah, takut jelek, takut ditertawakan) yang hanya memunculkan keragu-raguan dan dapat merugikan kita, karena dengan adanya rasa ragu-ragu tersebut membuat pekerjaan jadi tertunda dan bahkan menjadi berbalik arah.

Niat baik, perencanaan yang matang dan selalu fokus pada tujuan, dapat mendekatkan kita pada hasil yang diharapkan. saya gunakan kata "mendekatkan" karena ada yang lebih ber-hak untuk menentukan hasilnya seperti apa.