Maaf bahasa inggris saya masih basic sekali saya belum bisa menemukan padanan kata (dalam bahasa indonesia) yang pas untuk kata tersebut diatas. Saya ingin berbagi betapa besarnya manfaat apabila kita meng-courage seseorang. sebagai contoh saya pernah bekerja di beberapa company dengan berbagai karakter atasan. Ternyata dengan memiliki atasan yang selalu meng-courage kita, performa saya jadi lebih baik bahkan menjadi diatas rata-rata sedangkan memiliki boss yang tidak support membuat performa saya menjadi tidak berkembang bahkan menjadi jongkok.
Kenapa hal ini bisa terjadi, dikarenakan setiap orang memiliki keinginan untuk diakui keberadaannya sehingga pada saat kita meng-courage seseorang, orang tersebut merasakan bahwa eksistensi dia diakui dan itu akan menghasilkan suatu kekuatan besar untuk terus berkarya dengan lebih baik, apabila orang sudah dalam posisi seperti ini maka prioritas dia adalah pembuktian yang lebih besar tentang eksistensinya. Tentu saja apresiasi tetap dibutuhkan.
Hal ini lah yang saya ingin coba terapkan terhadap anak-anak saya, mencoba meng-courage mereka dalam hal apapun, apapun ide mereka walau terdengar konyol jangan tertawakan mereka, karena yang mereka butuh adalah support dari kita, semakin kita support mereka semakin tumbuh kepercayaan diri mereka, semakin mereka yakin dengan apa yang mereka perbuat maka dalam melakukan sesuatu pun mereka akan all out tidak setengah-setengah. Tapi ingat terhadap hal-hal yang membahayakan diri mereka dan orang lain tentunya kita jangan meng-courage mereka.
Sebaliknya discouraging membuat orang menjadi lemah, jadi ragu, jadi serba takut makanya kalo menurut hemat saya tinggalkan saja lingkungan yang tidak meng-courage kita. Bukan tanpa sebab saya mengatakan tersebut, agama islam menyuruh kita untuk meninggalkan keragu-raguan maka dengan begitu apabila kita meninggalkan hal-hal yang membuat kita menjadi ragu mudah-mudahan dinilai sebagai salah satu pelaksanaan ajaran islam. Amiin.
Monday, November 12, 2007
susah ngomong tulis di blog aja....
Banyak sekali kegunaan memiliki blog diantaranya bisa sebagai sarana melatih keterampilan menulis, berbagi informasi, berbagi ilmu, mempererat tali silaturahmi ataupun sebagai alternatif kita berkomunikasi.
point terakhir inilah yang sering saya lakukan, karena terkadang bahkan sering kali komunikasi verbal tidak berujung pada pemecahan yang bisa langsung diterima mengingat waktu yang tidak mencukupi. Jadi, setelah komunikasi verbal dilakukan biasanya saya menulis lebih lanjut tentang latar belakang dan maksud-maksudnya agar pihak lain dapat melihat hal tersebut dari sudut pandang saya.
Tidak hanya penjelasan bahkan pengakuan pun bisa dilakukan lewat blog, tidak semua orang bisa berhati besar, buat sebagian orang mungkin masih dalam tahap belajar untuk bisa berhati besar, nah melalui tulisan di blog kita bisa mengakui kelebihan dan kebenaran pandangan orang lain.
Tidak semua orang memiliki kepiawaian dalam komunikasi verbal, setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri, tidak ada salahnya kita gunakan media yang ada untuk menambal (bukan menutupi) kekurangan yang ada.
Saya dan istri (sampai saat ini) masih sering menghadapi kesulitan dalam hal komunikasi verbal, jadi saya sering menulis yang menyangkut apa keinginan suami, apa kesulitan yang dihadapi suami, apa yang dirasakan suami dan sebagainya, tidak ada maksud memerintah agar istri menuruti tetapi lebih kepada agar istri bisa melihat dari sudut pandang suami. Begitu pun sebaliknya saya sering membaca tulisan-tulisan di blog istri demi untuk mencoba melihat dari sudut pandang istri. Bukankah empathy dibutuhkan dalam keharmonisan suatu hubungan??
point terakhir inilah yang sering saya lakukan, karena terkadang bahkan sering kali komunikasi verbal tidak berujung pada pemecahan yang bisa langsung diterima mengingat waktu yang tidak mencukupi. Jadi, setelah komunikasi verbal dilakukan biasanya saya menulis lebih lanjut tentang latar belakang dan maksud-maksudnya agar pihak lain dapat melihat hal tersebut dari sudut pandang saya.
Tidak hanya penjelasan bahkan pengakuan pun bisa dilakukan lewat blog, tidak semua orang bisa berhati besar, buat sebagian orang mungkin masih dalam tahap belajar untuk bisa berhati besar, nah melalui tulisan di blog kita bisa mengakui kelebihan dan kebenaran pandangan orang lain.
Tidak semua orang memiliki kepiawaian dalam komunikasi verbal, setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri, tidak ada salahnya kita gunakan media yang ada untuk menambal (bukan menutupi) kekurangan yang ada.
Saya dan istri (sampai saat ini) masih sering menghadapi kesulitan dalam hal komunikasi verbal, jadi saya sering menulis yang menyangkut apa keinginan suami, apa kesulitan yang dihadapi suami, apa yang dirasakan suami dan sebagainya, tidak ada maksud memerintah agar istri menuruti tetapi lebih kepada agar istri bisa melihat dari sudut pandang suami. Begitu pun sebaliknya saya sering membaca tulisan-tulisan di blog istri demi untuk mencoba melihat dari sudut pandang istri. Bukankah empathy dibutuhkan dalam keharmonisan suatu hubungan??
Friday, August 17, 2007
Istri atau pembantu??
Tulisan ini hanya diperuntukkan bagi keluarga yang tidak memiliki "pembantu". Suatu waktu istri saya pernah cerita atau lebih tepatnya sih complain tentang sikap para suami yang menganggap istrinya itu seperti "pembantu". Saya gunakan para suami karena hal ini juga diamini oleh teman-teman istri saya. Kemudian saya pun memberanikan diri mewakili para suami bahwa itu hanya perasaan para istri saja yang terlalu sensitif, bukankah sebaiknya melayani dan menuruti perintah suami itu merupakan bentuk bakti seorang istri terhadap suami???. Hallaaah......lagi-lagi kalo mencari siapa yang benar tentunya gak akan ada habis-habisnya, sebaiknya kita coba kupas dan mencari apa yang benar instead of siapa yang benar.
Baik kita mulai saja dengan kenapa para istri sampai merasa seperti pembantu, untuk lebih mudahnya saya ilustrasikan image atau mindset tentang "pembantu", kenapa menggunakan tanda kutip karena pertama, saya tidak punya pembantu jadi tidak tahu secara pasti peran dan peranan pembantu dalam suatu rumah tangga. kedua, keberadaan pembantu saat ini jadi bias, dari yang seharusnya hanya membantu tetapi dalam kenyataannya malah menjadi peran utama dan sekaligus objek penderita.
Image hubungan antara "majikan dan pembantu" berdasarkan tayangan tv dan yang umum terjadi di lingkungan masyarakat (maaf tidak sepenuhnya benar, hanya gambaran pribadi saja) :
Nah itulah kira-kira sekilas gambaran hubungan antara majikan dan pembantu, sekarang mari kita coba renungi bersama-sama apakah hubungan suami-istri dalam rumah tangga kita ada yang seperti di atas?? Kalo ada saja satu point apalagi kalo lebih yaah.....berarti yang ada sekarang adalah hubungan "majikan dan pembantu" dan tidak salah kalo istri kita merasa diri mereka seperti pembantu, itu bukan perasaan tapi memang kenyataan.
Trus bagaimana kalo sebaliknya? suami yang sudah seharian bekerja setelah pulang ke rumah disibukkan dengan pekerjaan rumah karena sang istri berdalih kecapean setelah mengurus anak dan tektek bengek lainnya dari pagi hari sampai petang. Kalo seperti ini kejadianya, tidak salah juga kalo suami merasa sebagai kuli atau budak.
Lagi-lagi sangat sulit untuk membina dan menjalankan suatu hubungan bila sifat ke-akuan nya masih dominan, karena dengan sifat ke-akuan nya tersebut sang istri atau suami masing-masing merasa diri lebih berperan penting sehingga memandang dengan sebelah mata sebesar apapun usaha yang dilakukan pasangannya.
Hubungan suami-istri yang sebenarnya menurut saya harus lebih kepada "team-work", dimana dalam hubungan tersebut ada rasa saling menghargai, saling percaya, saling menghormati dan saling berbagi. Tiap-tiap anggota team harus tahu dan responsible terhadap tugas dan pekerjaan yang diembannya tentu saja disesuaikan dengan kemampuan dan skill yang dimiliki, tetapi harus tetap diingat pembagian porsi kerjanya pun diupayakan seimbang.
Pernikahan adalah sebuah komitmen panjang, kenapa? karena sejalan dengan waktu, pasangan tersebut harus terus meng-update terus komitmennya tersebut baik yang bersifat aktif maupun yang pasif. Berawal dari kita commit untuk menerima segala kekurangan dan kelebihan yang ada dalam diri masing2 individu yang diikrarkan lewat pernikahan. Tetapi commit menerima atau komitmen yang sifatnya pasif ini tidaklah cukup untuk menjalankan roda rumah tangga, karena ada lagi komitmen lain yang sifatnya aktif yang dibutuhkan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga yaitu komitmen untuk saling menyelaraskan/menyesuaikan diri. Kita semua tahu kalo dua individu yang berbeda latar belakangnya hanya dapat dipersatukan apabila ada keinginan saling menyesuaikan dari masing2 individu tersebut, kalo tidak ada usaha dari kedua individu tersebut atau hanya salah satu saja yang berusaha, maka tak ayal lagi perpisahan hanya tinggal masalah waktu saja.
Kenapa orang bisa sampai berpisah, karena sudah tidak ada komitmen lagi. Kenapa ada pasangan yang berpisah padahal pernikahannya baru seumur jagung, karena ada yang salah pada komitmennya atau mungkin karena tidak punya komitmen. Kenapa ada orang yang berpisah setelah 10 atau 15 tahun, mungkin karena pasangan tersebut tidak meng-update komitmennya hanya bersandar kepada komitmen pasif semata yaitu sikap menerima dan berusaha untuk memaklumi yang mana hal ini seperti menyimpan bom waktu yang suatu saat apabila tidak terkontrol bisa meledak dan bisa merusak segalanya, (mungkin) apabila mereka mau saling berusaha untuk menyesuaikan dan bersikap terbuka dengan keinginannya masing-masing, maka perpisahan tak perlu terjadi.
Kalo pasangan berpisah setelah 40 - 50 th menikah??...waah itu sih walloohu 'alam, karena saya sendiri bukan seorang penasehat perkawinan, saya pun masih belajar dan tulisan di atas hanya berdasarkan pengamatan saja tidak melalui studi dan survey. Demikian, semoga bermanfaat.
Baik kita mulai saja dengan kenapa para istri sampai merasa seperti pembantu, untuk lebih mudahnya saya ilustrasikan image atau mindset tentang "pembantu", kenapa menggunakan tanda kutip karena pertama, saya tidak punya pembantu jadi tidak tahu secara pasti peran dan peranan pembantu dalam suatu rumah tangga. kedua, keberadaan pembantu saat ini jadi bias, dari yang seharusnya hanya membantu tetapi dalam kenyataannya malah menjadi peran utama dan sekaligus objek penderita.
Image hubungan antara "majikan dan pembantu" berdasarkan tayangan tv dan yang umum terjadi di lingkungan masyarakat (maaf tidak sepenuhnya benar, hanya gambaran pribadi saja) :
- Pembantu itu bertanggung jawab dalam hampir semua hal pekerjaan rumah majikan dari mulai sapu-sapu, ngepel lantai, cuci pakaian, jemur pakaian, setrika pakaian, belanja, masak dan ngurus anak.
- Pembantu harus siap 24 jam, kapan saja majikan memerlukan walaupun jam tidur bisa dengan serta merta dibangunkan.
- Pembantu itu harus nurut, tidak boleh protes apalagi membantah, walaupun majikan keliru biasanya majikan harus didudukan pada posisi yang benar.
- Pembantu tidak diperkenankan berbuat kesalahan atau merusak barang kalo hal itu sampai terjadi maka majikan bisa memotong gajinya bahkan tidak jarang ada yang sampai menyakiti.
- Majikan tidak merasa perlu lagi melakukan pekerjaan rumah karena sudah ada pembantu.
- Majikan merasa mempunyai hak untuk melakukan 5 point di atas karena majikan yang menyediakan fasilitas (tempat berteduh) dan gaji bagi pembantu.
Nah itulah kira-kira sekilas gambaran hubungan antara majikan dan pembantu, sekarang mari kita coba renungi bersama-sama apakah hubungan suami-istri dalam rumah tangga kita ada yang seperti di atas?? Kalo ada saja satu point apalagi kalo lebih yaah.....berarti yang ada sekarang adalah hubungan "majikan dan pembantu" dan tidak salah kalo istri kita merasa diri mereka seperti pembantu, itu bukan perasaan tapi memang kenyataan.
Trus bagaimana kalo sebaliknya? suami yang sudah seharian bekerja setelah pulang ke rumah disibukkan dengan pekerjaan rumah karena sang istri berdalih kecapean setelah mengurus anak dan tektek bengek lainnya dari pagi hari sampai petang. Kalo seperti ini kejadianya, tidak salah juga kalo suami merasa sebagai kuli atau budak.
Lagi-lagi sangat sulit untuk membina dan menjalankan suatu hubungan bila sifat ke-akuan nya masih dominan, karena dengan sifat ke-akuan nya tersebut sang istri atau suami masing-masing merasa diri lebih berperan penting sehingga memandang dengan sebelah mata sebesar apapun usaha yang dilakukan pasangannya.
Hubungan suami-istri yang sebenarnya menurut saya harus lebih kepada "team-work", dimana dalam hubungan tersebut ada rasa saling menghargai, saling percaya, saling menghormati dan saling berbagi. Tiap-tiap anggota team harus tahu dan responsible terhadap tugas dan pekerjaan yang diembannya tentu saja disesuaikan dengan kemampuan dan skill yang dimiliki, tetapi harus tetap diingat pembagian porsi kerjanya pun diupayakan seimbang.
Pernikahan adalah sebuah komitmen panjang, kenapa? karena sejalan dengan waktu, pasangan tersebut harus terus meng-update terus komitmennya tersebut baik yang bersifat aktif maupun yang pasif. Berawal dari kita commit untuk menerima segala kekurangan dan kelebihan yang ada dalam diri masing2 individu yang diikrarkan lewat pernikahan. Tetapi commit menerima atau komitmen yang sifatnya pasif ini tidaklah cukup untuk menjalankan roda rumah tangga, karena ada lagi komitmen lain yang sifatnya aktif yang dibutuhkan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga yaitu komitmen untuk saling menyelaraskan/menyesuaikan diri. Kita semua tahu kalo dua individu yang berbeda latar belakangnya hanya dapat dipersatukan apabila ada keinginan saling menyesuaikan dari masing2 individu tersebut, kalo tidak ada usaha dari kedua individu tersebut atau hanya salah satu saja yang berusaha, maka tak ayal lagi perpisahan hanya tinggal masalah waktu saja.
Kenapa orang bisa sampai berpisah, karena sudah tidak ada komitmen lagi. Kenapa ada pasangan yang berpisah padahal pernikahannya baru seumur jagung, karena ada yang salah pada komitmennya atau mungkin karena tidak punya komitmen. Kenapa ada orang yang berpisah setelah 10 atau 15 tahun, mungkin karena pasangan tersebut tidak meng-update komitmennya hanya bersandar kepada komitmen pasif semata yaitu sikap menerima dan berusaha untuk memaklumi yang mana hal ini seperti menyimpan bom waktu yang suatu saat apabila tidak terkontrol bisa meledak dan bisa merusak segalanya, (mungkin) apabila mereka mau saling berusaha untuk menyesuaikan dan bersikap terbuka dengan keinginannya masing-masing, maka perpisahan tak perlu terjadi.
Kalo pasangan berpisah setelah 40 - 50 th menikah??...waah itu sih walloohu 'alam, karena saya sendiri bukan seorang penasehat perkawinan, saya pun masih belajar dan tulisan di atas hanya berdasarkan pengamatan saja tidak melalui studi dan survey. Demikian, semoga bermanfaat.
Kenapa harus takut??
Sebelumnya saya mengucapkan Selamat HUT-RI ke 62 buat rekan-rekan sebangsa dan setanah air. Semoga Negara tercinta kita ini semakin lebih baik dan lebih baik lagi, yang sudah terjadi biarkanlah terjadi, tidak ada untungnya mengorek dan menguak kekurangan masa lalu, cukup jadikan pelajaran agar tak terulang, benahi serta perbaiki untuk menyongsong masa depan indonesia yang lebih baik. cwiiiiiw........:D
Setiap kali saya mulai menulis buat di blog, sebanyak itu pula saya hapus kembali atau paling banter hanya dijadikan draft saja tanpa pernah di publish, alasannya karena saya merasa tulisannya kurang bermutu. padahal saya bukan seorang penulis, jadi kenapa saya harus takut dan ambil pusing dengan komentar orang lain? yaah.... begitulah contoh sikap orang yang berbuat sesuatu dengan harapan pujian atau pandangan dari orang lain.
Jadi memang betul apa yang diriwayatkan oleh Luqman R.A, bahwasanya pandangan orang lain itu "relatif" bergantung pada pengetahuan yang dimiliki, dan itu seringkali membuat orang-orang seperti saya ini jadi macet dalam berkarya, enggan untuk melakukan sesuatu dan seringkali takut untuk mencoba. Padahal selagi kita tidak mencelakakan orang lain kenapa harus takut untuk berbagi, perkara orang lain tidak menerima bahkan menolak dari apa yang kita berikan itu sama sekali bukan urusan kita.
Hindari berburuk sangka dan pikiran negatif lainnya (seperti takut salah, takut jelek, takut ditertawakan) yang hanya memunculkan keragu-raguan dan dapat merugikan kita, karena dengan adanya rasa ragu-ragu tersebut membuat pekerjaan jadi tertunda dan bahkan menjadi berbalik arah.
Niat baik, perencanaan yang matang dan selalu fokus pada tujuan, dapat mendekatkan kita pada hasil yang diharapkan. saya gunakan kata "mendekatkan" karena ada yang lebih ber-hak untuk menentukan hasilnya seperti apa.
Setiap kali saya mulai menulis buat di blog, sebanyak itu pula saya hapus kembali atau paling banter hanya dijadikan draft saja tanpa pernah di publish, alasannya karena saya merasa tulisannya kurang bermutu. padahal saya bukan seorang penulis, jadi kenapa saya harus takut dan ambil pusing dengan komentar orang lain? yaah.... begitulah contoh sikap orang yang berbuat sesuatu dengan harapan pujian atau pandangan dari orang lain.
Jadi memang betul apa yang diriwayatkan oleh Luqman R.A, bahwasanya pandangan orang lain itu "relatif" bergantung pada pengetahuan yang dimiliki, dan itu seringkali membuat orang-orang seperti saya ini jadi macet dalam berkarya, enggan untuk melakukan sesuatu dan seringkali takut untuk mencoba. Padahal selagi kita tidak mencelakakan orang lain kenapa harus takut untuk berbagi, perkara orang lain tidak menerima bahkan menolak dari apa yang kita berikan itu sama sekali bukan urusan kita.
Hindari berburuk sangka dan pikiran negatif lainnya (seperti takut salah, takut jelek, takut ditertawakan) yang hanya memunculkan keragu-raguan dan dapat merugikan kita, karena dengan adanya rasa ragu-ragu tersebut membuat pekerjaan jadi tertunda dan bahkan menjadi berbalik arah.
Niat baik, perencanaan yang matang dan selalu fokus pada tujuan, dapat mendekatkan kita pada hasil yang diharapkan. saya gunakan kata "mendekatkan" karena ada yang lebih ber-hak untuk menentukan hasilnya seperti apa.
Tuesday, April 10, 2007
Siapa yang benar.....?!
Beberapa waktu yang lalu saya sempat berselisih paham dengan istri, seperti layaknya hubungan suami-istri pasti ada lah silang pendapat, beda argumen dan lain sebagainya yang semua itu wajar terjadi dan hal yang lumrah terjadi. Karena seperti kami ini 25 tahun hidup dalam tradisi, pola dan latar belakang kehidupan masing-masing kemudian disatukan lewat pernikahan. Ilmu apapun di dunia ini pasti setuju dan mengamini akan adanya benturan-benturan yang akan dan pasti muncul.
Tapi kesalah-pahaman ini lain dari biasanya. kenapa? karena biasanya sesering apapun kita ribut, 1-2 hari urusan beres dan kita kembali seperti biasa. Tapi yang sekarang ini udah 3-4 hari tidak ada gejala perbaikan malah kayaknya sama-sama mempertahankan ego, masing-masing tidak ada yang mau mengalah.
Sempat terbersit kekhawatiran, karena agama mengatakan "tidak boleh tidak bertegur-sapa lebih dari 3 hari" tapi satu sisi lain mengatakan " bahwa sebagai suami dan kepala rumah tangga harus mempunyai ketegasan dan nilai seorang laki-laki itu dilihat dari harga-diri nya".
Kemudian saya berfikir, dulu cuman 1-2 hari, sekarang 3-4 hari bisa jadi kedepannya lebih lama lagi, waaah bisa gawat kalo terus-terusan begini. saya coba mengingat ke belakang ternyata selama ini cara kita menyelesaikan suatu masalah hanya cukup dengan rasa maklum atas perbedaan latar belakang yang ada tanpa benar-benar mencari apa yang menjadi inti permasalahan tersebut.
Kalo seperti ini maka akan menjadi "lingkaran setan" artinya berputar-putar pada permasalahan yang sama hanya waktu penyelesaian masalahnya saja yang jadi berbeda, seperti yang saya bilang sebelumnya yang tadinya 1-2 hari menjadi 3-4 hari terus 1-2 minggu dan seterusnya.
Akhirnya kita berdua sepakat untuk duduk bersama untuk mencari solusi dari permasalahan yang kita hadapi. Alhamdulillaah setelah kita sama-sama bicara akhirnya kita bisa jadi lebih paham tentang karakter masing-masing. Memang benar kata orang, komunikasi adalah jalan yang efektif untuk mencari solusi permasalahan. Dan dari komunikasi tersebut kita tahu bahwa selama ini masing-masing dari kita lebih berprinsip pada siapa yang benar. Kalo dua orang berselisih pendapat dan disuruh berbicara siapa yang benar maka pasti dengan segala upaya dan argumen yang ada baik itu masuk akal atau tidak, masing-masing akan mengatakan bahwa dirinya lah yang paling benar.
Untuk menjembatani hal tersebut, maka pernyataan "siapa yang benar" harus diganti dengan "apa yang benar". siapa yang benar itu cenderung subjektif sedangkan "apa yang benar" lebih kepada objektivitas.
Jadi "Apa yang benar"yang harus dilakukan suami terhadap istri dan "apa yang benar" yang harus dilakukan istri terhadap suami, kita jadikan sebagai introspeksi awal terhadap segala permasalahan yang dihadapi. Mudah-mudahan Alloh SWT selalu membimbing kami ke jalan yang benar, Aamiin. Karena apa-apa yang benar pasti datangnya dari Alloh dan segala kekurangan tentu datangnya dari kelalaian kita, bukan begitu..???
Tapi kesalah-pahaman ini lain dari biasanya. kenapa? karena biasanya sesering apapun kita ribut, 1-2 hari urusan beres dan kita kembali seperti biasa. Tapi yang sekarang ini udah 3-4 hari tidak ada gejala perbaikan malah kayaknya sama-sama mempertahankan ego, masing-masing tidak ada yang mau mengalah.
Sempat terbersit kekhawatiran, karena agama mengatakan "tidak boleh tidak bertegur-sapa lebih dari 3 hari" tapi satu sisi lain mengatakan " bahwa sebagai suami dan kepala rumah tangga harus mempunyai ketegasan dan nilai seorang laki-laki itu dilihat dari harga-diri nya".
Kemudian saya berfikir, dulu cuman 1-2 hari, sekarang 3-4 hari bisa jadi kedepannya lebih lama lagi, waaah bisa gawat kalo terus-terusan begini. saya coba mengingat ke belakang ternyata selama ini cara kita menyelesaikan suatu masalah hanya cukup dengan rasa maklum atas perbedaan latar belakang yang ada tanpa benar-benar mencari apa yang menjadi inti permasalahan tersebut.
Kalo seperti ini maka akan menjadi "lingkaran setan" artinya berputar-putar pada permasalahan yang sama hanya waktu penyelesaian masalahnya saja yang jadi berbeda, seperti yang saya bilang sebelumnya yang tadinya 1-2 hari menjadi 3-4 hari terus 1-2 minggu dan seterusnya.
Akhirnya kita berdua sepakat untuk duduk bersama untuk mencari solusi dari permasalahan yang kita hadapi. Alhamdulillaah setelah kita sama-sama bicara akhirnya kita bisa jadi lebih paham tentang karakter masing-masing. Memang benar kata orang, komunikasi adalah jalan yang efektif untuk mencari solusi permasalahan. Dan dari komunikasi tersebut kita tahu bahwa selama ini masing-masing dari kita lebih berprinsip pada siapa yang benar. Kalo dua orang berselisih pendapat dan disuruh berbicara siapa yang benar maka pasti dengan segala upaya dan argumen yang ada baik itu masuk akal atau tidak, masing-masing akan mengatakan bahwa dirinya lah yang paling benar.
Untuk menjembatani hal tersebut, maka pernyataan "siapa yang benar" harus diganti dengan "apa yang benar". siapa yang benar itu cenderung subjektif sedangkan "apa yang benar" lebih kepada objektivitas.
Jadi "Apa yang benar"yang harus dilakukan suami terhadap istri dan "apa yang benar" yang harus dilakukan istri terhadap suami, kita jadikan sebagai introspeksi awal terhadap segala permasalahan yang dihadapi. Mudah-mudahan Alloh SWT selalu membimbing kami ke jalan yang benar, Aamiin. Karena apa-apa yang benar pasti datangnya dari Alloh dan segala kekurangan tentu datangnya dari kelalaian kita, bukan begitu..???
Perbandingan yang keliru...
Seperti biasa sehabis long weekend kerjaan di hari senin pasti lebih banyak dari biasanya, seperti hari ini seharian duduk didepan komputer membereskan semua laporan yang harus segera dikirim.
Alhamdulillaah akhirnya beres juga, tapi kenapa kepala ini jadi tiba2 pening....hmm mungkin saya terlalu serius mengerjakan laporan sehingga otak ini jadi tegang atau istilah kerennya "stress".
Memang saya ini termasuk orang yang gampang stress, kalo banyak kerjaan stress soalnya takut gak bisa beres, kalo gak ada kerjaan juga "stress" takut mudharat masa perusahaan ngebayar tapi gak ngerjain apa-apa kan sama aja dengan makan gaji buta. Hehehe jadi bener kata orang, kalo apa-apa itu mending yang pertengahan, bukankah agama Islam itu merupakan agama pertengahan yaitu agama yang mengajarkan keseimbangan antara urusan dunia dan urusan akhirat. Yaah..lagi-lagi ajaran agama nya sih bener tapi saya ini suka sulit menerima kebenaran mungkin hatinya perlu dicuci dulu biar bersih hehehe.....
Hah..kok jadi kemana-mana gini ceritanya, itulah saya sekarang ini sebenernya waktu menunjukan pukul 1.05 am waktu singapore tapi mata masih belum menunjukkan rasa kantuk, gara2nya ya sakit kepala itu tadi, pulang ngantor saya makan sebanyak yang saya bisa (karena kata orang tua, kebanyakan sumber penyakit itu berasal dari perut), terus makan obat penghilang sakit kepala, habis sholat maghrib tertidurlah saya.
Pukul 11-an malam, anakku yang kecil terbangun dari tidurnya, mendengar suara anakku yang masih berumur lima bulan itu saya pun tergoda untuk bangun dan menggendong nya karena tadi sepulang dari tempat kerja belum sempat menggendongnya, bukan apa-apa karena dia sudah duluan tertidur.
Sewaktu menggendong anakku yang kecil, terbersit rasa bersalah sama anakku yang besar teringat masa lalu yang jarang sekali aku menimangnya, karena saat itu sering sekali kami terpisah oleh jarak. Tapi alhamdulillaah sekarang kita semua bisa berkumpul sehingga punya waktu lebih banyak buat mereka berdua. Mudah-mudahan Alloh SWT memberikan petunjuk agar saya dapat menjadi Ayah sekaligus teman serta contoh yang baik bagi kedua anak tersebut yang tidak membeda-bedakan dan bisa berbuat adil.
Dan satu lagi juga semoga diberikan kesabaran untuk tidak membanding-bandingkan anak saya dengan anak orang lain dengan dasar bahwa setiap anak mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing demikian halnya dengan anak orang lain. Jadi kalo kita yakin kalo setiap anak punya kelemahan dan kelebihan masing-masing, kenapa pula kita harus membanding-bandingkan nya...? betul tidak..?
Ngomong-ngomong tentang perbandingan hehhehe.....jadi malu sendiri. Karena selama ini saya juga sering membandingkan kehidupan saya dengan kehidupan orang lain, terutama masalah ekonomi dan yang lebih parah lagi saya menjadikan standard hidup orang lain menjadi standard hidup saya. Kayaknya sampai kiamat pun gak akan kecapai.....lawong tiap-tiap orang sudah mempunyai suratan nasib dan takdirnya masing-masing....eh saya ini malah menjadikan takdir orang lain jadi takdir saya...yaa ndak bisa!!....itu namanya melangkahi Gusti Alloh.
Jadi sekarang ini saya mencoba untuk menerima dan mensyukuri apapun yang saya dapat, dan meyakini bahwa "apa-apa yang memang bukan ditakdirkan milik saya sampai kapanpun saya gak akan dapetin" dan "apa-apa yang sudah ditakdirkan untuk saya maka tiada sesuatu pun yang bisa menghalanginya".
Wadooh...rasa kantuk belon juga datang padahal besok musti kerja, sepertinya saya harus beralih ke membaca buku, biasanya dengan membaca rasa kantuk cepat datang hehehehe....
Alhamdulillaah akhirnya beres juga, tapi kenapa kepala ini jadi tiba2 pening....hmm mungkin saya terlalu serius mengerjakan laporan sehingga otak ini jadi tegang atau istilah kerennya "stress".
Memang saya ini termasuk orang yang gampang stress, kalo banyak kerjaan stress soalnya takut gak bisa beres, kalo gak ada kerjaan juga "stress" takut mudharat masa perusahaan ngebayar tapi gak ngerjain apa-apa kan sama aja dengan makan gaji buta. Hehehe jadi bener kata orang, kalo apa-apa itu mending yang pertengahan, bukankah agama Islam itu merupakan agama pertengahan yaitu agama yang mengajarkan keseimbangan antara urusan dunia dan urusan akhirat. Yaah..lagi-lagi ajaran agama nya sih bener tapi saya ini suka sulit menerima kebenaran mungkin hatinya perlu dicuci dulu biar bersih hehehe.....
Hah..kok jadi kemana-mana gini ceritanya, itulah saya sekarang ini sebenernya waktu menunjukan pukul 1.05 am waktu singapore tapi mata masih belum menunjukkan rasa kantuk, gara2nya ya sakit kepala itu tadi, pulang ngantor saya makan sebanyak yang saya bisa (karena kata orang tua, kebanyakan sumber penyakit itu berasal dari perut), terus makan obat penghilang sakit kepala, habis sholat maghrib tertidurlah saya.
Pukul 11-an malam, anakku yang kecil terbangun dari tidurnya, mendengar suara anakku yang masih berumur lima bulan itu saya pun tergoda untuk bangun dan menggendong nya karena tadi sepulang dari tempat kerja belum sempat menggendongnya, bukan apa-apa karena dia sudah duluan tertidur.
Sewaktu menggendong anakku yang kecil, terbersit rasa bersalah sama anakku yang besar teringat masa lalu yang jarang sekali aku menimangnya, karena saat itu sering sekali kami terpisah oleh jarak. Tapi alhamdulillaah sekarang kita semua bisa berkumpul sehingga punya waktu lebih banyak buat mereka berdua. Mudah-mudahan Alloh SWT memberikan petunjuk agar saya dapat menjadi Ayah sekaligus teman serta contoh yang baik bagi kedua anak tersebut yang tidak membeda-bedakan dan bisa berbuat adil.
Dan satu lagi juga semoga diberikan kesabaran untuk tidak membanding-bandingkan anak saya dengan anak orang lain dengan dasar bahwa setiap anak mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing demikian halnya dengan anak orang lain. Jadi kalo kita yakin kalo setiap anak punya kelemahan dan kelebihan masing-masing, kenapa pula kita harus membanding-bandingkan nya...? betul tidak..?
Ngomong-ngomong tentang perbandingan hehhehe.....jadi malu sendiri. Karena selama ini saya juga sering membandingkan kehidupan saya dengan kehidupan orang lain, terutama masalah ekonomi dan yang lebih parah lagi saya menjadikan standard hidup orang lain menjadi standard hidup saya. Kayaknya sampai kiamat pun gak akan kecapai.....lawong tiap-tiap orang sudah mempunyai suratan nasib dan takdirnya masing-masing....eh saya ini malah menjadikan takdir orang lain jadi takdir saya...yaa ndak bisa!!....itu namanya melangkahi Gusti Alloh.
Jadi sekarang ini saya mencoba untuk menerima dan mensyukuri apapun yang saya dapat, dan meyakini bahwa "apa-apa yang memang bukan ditakdirkan milik saya sampai kapanpun saya gak akan dapetin" dan "apa-apa yang sudah ditakdirkan untuk saya maka tiada sesuatu pun yang bisa menghalanginya".
Wadooh...rasa kantuk belon juga datang padahal besok musti kerja, sepertinya saya harus beralih ke membaca buku, biasanya dengan membaca rasa kantuk cepat datang hehehehe....
Thursday, March 29, 2007
Tulisan pertamaku
Ini adalah "buah pena" pertama ku yang berani aku publish, tidak tepat rasanya aku gunakan kata "buah pena" tapi tak apa lah, karena segala sesuatu pun harus berani kita coba walaupun itu akan berbuah kecaman dan komentar miring. "kenapa harus malu dan sakit hati..?" kalo ternyata komentar dan kecaman itu bisa membuat kita jadi lebih baik, betul tidak??
karena ini tulisan pertama, seperti hal nya karya tulis-karya tulis yang lain, pertama-tama kita harus berterima kasih kepada semua pihak atas apa-apa yang kita raih, yang pertama tentu saja ke Hadirat Illaahi Rabbi atas segala karunia dan kesempatan yang diberikan yang walaupun keseharian penuh dengan maksiat dan lalai akan perintah-Nya tetapi dengan kasih sayang-Nya yang tak terukur tetap saja memberikan kekuatan bagi hambanya untuk menyelesaikan tulisan pertama ini. Terima kasih berikutnya saya tujukan untuk istri sekaligus teman baik yang selalu mendampingi dan mendukung apapun yang menjadi keputusan suami. makasih yah..mamah hanny-ku...... dan selanjutnya seperti layaknya karya tulis adalah ucapan terima kasih kepada semua pihak yang tidak sempat disebutkan atas sumbangsihnya sehingga tulisan ini bisa selesai.
Ada ungkapan kalo langkah pertama itu sama dengan setengah perjalanan, memang ada benarnya karena untuk memulai langkah pertama itu membutuhkan kekuatan yang lumayan besar untuk mengalahkan rasa malas dan rasa takut ini dan itu. secara simple nya sih " kalo gak dimulai kapan mau selesainya.......!" nah seperti itu mungkin......:D
Hal tersebut di atas lah yang meng-inspirasi saya untuk mulai menulis lewat blog, bukan untuk gaya-gaya an tapi sebagai sarana belajar dan intropeksi juga sebagai tempat untuk mencurahkan uneg-uneg yang merupakan refleksi dari kebingungan karena tidak tahu harus ngomong ke siapa.
Tidak ada ruginya saya liat kalo kita punya keinginan untuk menulis di blog, kalo pun tulisan kita tidak berguna atau tidak dibaca orang lain, jangan sedih toh kita kan bukan penulis. Adalah sesuatu yang sangat baik sekali kalo kita punya keinginan tulisan kita dibaca dan bermanfaat bagi orang banyak, jadikan hal tersebut sebagai tujuan sehingga kita jadi bersemangat untuk terus berusaha menulis dengan kualitas yang lebih baik.
tapi ingat, segala sesuatu butuh latihan dan berproses, bukankah penulis2 terkenal pun membutuhkan proses dan latihan. sebagai contoh, mungkin umumnya orang kenal dengan "dewi lestari" aka "dewi dee" si penulis novel "super nova", kebetulan saya adalah teman sekolah semasa SMP dan SMA dulu, saya liat dari dulu dia secara konsisten menulis kegiatan sehari-harinya dalam buku diary nya. maaf yah bukan sok-sok an atau mau numpang tenar pake nyomot nama " dewi dee" segala, tapi saya hanya mau mencontohkan bahwa segala sesuatu itu dimulai dari yang kecil dulu. Impian boleh setinggi langit tapi kaki harus tetap berpijak di bumi dan untuk mencapai impian itu perlu latihan dan kesabaran. semoga bermanfaat.
karena ini tulisan pertama, seperti hal nya karya tulis-karya tulis yang lain, pertama-tama kita harus berterima kasih kepada semua pihak atas apa-apa yang kita raih, yang pertama tentu saja ke Hadirat Illaahi Rabbi atas segala karunia dan kesempatan yang diberikan yang walaupun keseharian penuh dengan maksiat dan lalai akan perintah-Nya tetapi dengan kasih sayang-Nya yang tak terukur tetap saja memberikan kekuatan bagi hambanya untuk menyelesaikan tulisan pertama ini. Terima kasih berikutnya saya tujukan untuk istri sekaligus teman baik yang selalu mendampingi dan mendukung apapun yang menjadi keputusan suami. makasih yah..mamah hanny-ku...... dan selanjutnya seperti layaknya karya tulis adalah ucapan terima kasih kepada semua pihak yang tidak sempat disebutkan atas sumbangsihnya sehingga tulisan ini bisa selesai.
Ada ungkapan kalo langkah pertama itu sama dengan setengah perjalanan, memang ada benarnya karena untuk memulai langkah pertama itu membutuhkan kekuatan yang lumayan besar untuk mengalahkan rasa malas dan rasa takut ini dan itu. secara simple nya sih " kalo gak dimulai kapan mau selesainya.......!" nah seperti itu mungkin......:D
Hal tersebut di atas lah yang meng-inspirasi saya untuk mulai menulis lewat blog, bukan untuk gaya-gaya an tapi sebagai sarana belajar dan intropeksi juga sebagai tempat untuk mencurahkan uneg-uneg yang merupakan refleksi dari kebingungan karena tidak tahu harus ngomong ke siapa.
Tidak ada ruginya saya liat kalo kita punya keinginan untuk menulis di blog, kalo pun tulisan kita tidak berguna atau tidak dibaca orang lain, jangan sedih toh kita kan bukan penulis. Adalah sesuatu yang sangat baik sekali kalo kita punya keinginan tulisan kita dibaca dan bermanfaat bagi orang banyak, jadikan hal tersebut sebagai tujuan sehingga kita jadi bersemangat untuk terus berusaha menulis dengan kualitas yang lebih baik.
tapi ingat, segala sesuatu butuh latihan dan berproses, bukankah penulis2 terkenal pun membutuhkan proses dan latihan. sebagai contoh, mungkin umumnya orang kenal dengan "dewi lestari" aka "dewi dee" si penulis novel "super nova", kebetulan saya adalah teman sekolah semasa SMP dan SMA dulu, saya liat dari dulu dia secara konsisten menulis kegiatan sehari-harinya dalam buku diary nya. maaf yah bukan sok-sok an atau mau numpang tenar pake nyomot nama " dewi dee" segala, tapi saya hanya mau mencontohkan bahwa segala sesuatu itu dimulai dari yang kecil dulu. Impian boleh setinggi langit tapi kaki harus tetap berpijak di bumi dan untuk mencapai impian itu perlu latihan dan kesabaran. semoga bermanfaat.
Subscribe to:
Posts (Atom)